Selasa, 17 November 2009

DIA

Dia yang selalu ku jaga dalam hati, retak sudah dipecah palu godam, sejadi debu lebur ditiup angin kencang, jatuh ke jalan, tersapu hujan hingga ke parit
Tepian itu tipis sekali, antara batas ketidakjelasan yang rapuh, karena pongah dan tak tentu arah, karena lemah punya jiwa, dan tak ada daya kekuatan
Bimbang, maka ku bimbing, tapi nafsu berselimut angkara, dunia bercinta tiada binasa, berbalut sutra putih kesucian di hati, karena pergi kemana angin mencari
Cemas, bukan tetap hati, saat dekat menepis sepi, di pandang mata jiwa menari, di jauh seberang dia mencari
Panas, lepas letupan gairah merana, ingin jelas merah tetap merah, dan hitam biarkan hitam, jika putih jauh tak tergapai
Ragu, jangan melangkah, jangan lihat pula ke belakang, tetap maju tapi tetapkan pilihan bijakmu, biar satu yakinlah itu
Spesial, dia memang berbeda, satu dari sejuta, unik berkarakteristik, aneh tidak nyeleneh, tapi berselimut kalut hati tembaga, terhuyung ke kiri dan ke kanan, dan lepas dari dekapan
Dia debu yang tidak bisa kau genggam, tersimpan dalam gelas kristal kaca rapuh, di jaga dan disentuh, maka dia akan ada

Tidak ada komentar: