Rabu, 16 September 2009

DALAM SENDIRI

Saat dia butuh ruang sendiri
Jarak yang ada memberinya waktu untuk berfikir
Mencari jawaban dari kebimbangannya sendiri
Menyendiri, dalam kesepian yang begitu menyiksa
Mengutuki apa yang telah dilakukannya, sekaligus mengenai masa yang pernah ada dilaluinya
Seperti film yang diputar berulang-ulang kali, melintasi pikiran berupa bayangan kejadian-kejadian itu
Tampak begitu nyata, karena benar dirasa dalam hati, dalam setiap sentuhan, dan nikmatnya bercinta

Sungguh, betapa indahnya saat-saat yang tak pernah ingin untuk diakhiri
Ingin saling merengkuh jiwa, tanpa batas yang tak pernah bertepi
Pada rasa yang teramat menggebu, dan kebebasan yang didamba
Satu keinginan saling berpadu
Pada keindahan dua jiwa menyatu, untuk tujuan yang sesungguhnya diinginkannya
Saat dia berada dalam jiwa ini, begitu pun jiwa ini berada dalam jiwanya
Karena inginnya pun menjadi keinginan bersama

Tapi kesudahan apa yang melarutkannya pada maunya?
Membawanya terhanyut pada ego dan emosinya sendiri
Bagai kuda yang lepas dari kekangnya, berlari liar mengikuti kata hati dan kehendaknya
Tapi saat dia kembali, dipenuhi 1000 sesal yang menyiksa
Disaat hatinya berkata beda
Turuti keinginan dan hasrat yang ada
Terhapus sudah oleh untaian mutiara yang dirajut bersama
Lambang sucinya perasaan yang pernah ada diantaranya

Kini semua sungguh-sungguh menjadi tak mungkin lagi
Seperti menangkap kabut kelabu yang menghalangi jatuhnya pendar cahaya mentari
Disisi lain gunung, pelangi sudah menanti...
Menanti jalannya untuk ditemui
Sedang kabut kelabu tak kan pernah mau pergi
Menaungi pikirannya dibawa hingga mati

Tidak ada komentar: